CIVITAS akademika Universitas Kristen Unika) Santo Paulus Ruteng pada Dies Natalis ke- 65 menyelenggarakan bermacam susunan aktivitas. Salah satu dari demikian banyak aktivitas itu yakni pementasan ataupun panggung pentas Randang Mosé di alun- alun Misio, Unika Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur( NTT), Sabtu, 18 Mei 2024.
Pentas Randang Mosé dimaknai selaku selebrasi Hidup Bersama Bunda Alam serta Bapa
Langit, Kerabat Bengawan serta Saudari Tumbuhan, Aki Rumah serta Embah Area Hidup. Pemerhati serta pegiat adat Manggarai Unika Ruteng, Ino Sutam, menarangkan kalau dalam pentas Randang Mosé ini menimbulkan drama kehidupan.
Jadi hidup buat mereka( pemeraga teatrikal) bisa dibilang jadi teodrama. Ini berarti suatu yang keramat serta profan berjumpa yang dipentaskan dalam Randang Mosé.
Unika serta adat lokal kemanggaraian
Bagi Ino Sutam, dalam asal usul jauh badan pembelajaran Kristen Unika Ruteng tidak terpisahkan dari adat serta kultur selaku bukti diri kelokalan Manggarai.
Beliau berkata semenjak dari bimbingan kateketik sampai saat ini jadi universitas, dalam kandungan Unika senantiasa terdapat kultur Manggarai, senantiasa terdapat kultur lokal.” Di Unika yang namanya adat wilayah itu diajarkan serta itu jadi aplikasi yang harus,” kata Ino Sutam, pastor Kristen yang telah 23 tahun berbakti di Unika Ruteng.
CIVITAS akademika Universitas Kristen
” Kita terdapat UKM adat, dapat bahasa Manggarai, kemudian saat ini terdapat badan pengembangan bahasa serta kultur. Sebab seperti itu hingga kita coba rangkaikan itu tempo hari( Adu Torok). Nah, hari ini kita mau biar itu dipentaskan.”
Baginya, pentas Randang Mosé pada langkah ini lebih selaku pentas mimik muka untuk para mahasiswa selaku banyak orang belia penerus adat Manggarai.” Jika aku dengan cara individu tidak sangat ingin terdapat pemirsa ataupun tidak terdapat pemirsa itu tidak jadi pertanyaan. Sebab ini anutan buat angkatan belia yang muncul dalam pentas( Randang Mosé).”
Begitu Ino Sutam kalau dirinya telah mengarahkan para mahasiswa di Unika Ruteng mengenai filosofi tumbuhan, filosofi air, filosofi bentak.” Serta, nyatanya kanak- kanak ini yang senantiasa orang tuturkan orang belia ini tidak mencermati kultur bagi aku itu salah. Aku tuturkan dalam pengalaman aku sepanjang di Unika nyaris 23 tahun itu salah serupa sekali. Yang betul yakni mereka tidak dibimbing, mereka tidak diberi pentas.”
Cuma, nyata Ino Sutam, buat ritus- ritus memanglah sulit( diperankan anak belia) sebab ritus itu memiliki persyaratan- persyaratan spesial yang menimbulkan mereka tidak dapat jadi pelakon penting.” Itu yang kita amati sesungguhnya. Sehabis mereka diberi peluang buat torok, mereka dapat torok lebih bagus dari yang lebih berumur( datuk).”
Re- genarisi budaya
Pertanyaan pewarisan kultur, sebetulnya nenek moyang orang Manggarai telah mengantarkan itu dalam pelisanan yang terdapat goét Manggarai. Pelisanan dalam goét- goét itu seluruh mempunyai maksud re- genarisi.
Di antara lain semacam goét melenceng dise empo- mbate dise ame, pede dise ende letang dise ema, paka naay ngger wa paka bembang ngger peang. Kemudian, wakak betong asa manga wake nipu tae, muntung gurung puu manga wungkut nipu curup, tepo betong senggok manga wolo nipu tombo, bete pering pengge manga laro nipu jaong, mengeti pering weri manga rede repeng nggejek.
Lebih dari itu, beliau beriktikad kalau adat manggarai jadi jalur kebajikan untuk kita( banyak orang Manggarai) melalui Unika jadi mbaru ba rangkung, osang ba momang serta niang ba ia.” Unika jadi rumah kehidupan pula jadi tumbuhan kehidupan yang berikan lindungan, berikan buah, daun, kusen pula jadi air kehidupan untuk kita seluruh.”
lagi viral di indonesia konten creator =>https://teeup-kinoko-delivery.site/